The Ending

Tuesday, November 09, 2010

Alhamdulillah.
Gue akhirnya bisa makan hari ini dengan ditemani Peter Samuel Oloi, hahah. Makan pagi-siang-malam gue terasa sangat nikmat!!

Sebelum gue mengakhiri hari ini dengan ketidakjelasan dimana seharian gue hanya berkutat dengan hal desain-mendesain, gue ingin berfilsafat dulu nih.
Gue pernah menonton sebuah film indie berjudul cin(T)a, bertutur tentang kehidupan dua mahasiswa arsitektur ITB (my past dream) dan keyakinan mereka yang berbeda. Mereka jatuh cinta (klasik...) dan hambatannya ada pada suku etnis agama mereka. Sang cowok percaya "God is an architect", Ia yang mendesain kehidupan bagi manusia. Namun sang cewek membantah, menurutnya, arsitek itu egois, mereka bikin rumah tanpa tahu sebenernya yang terbaik buat klien mereka (sedikit mengubah pandangan gue saat itu). Sang cewek bilang... "God is a director", dimana apapun yang kita usahakan, Tuhan sudah mengatur jalannya. We'll never know, so that we try.

Di ending, karena ternyata mereka berpisah, sang cewek nikah sama orang lain di Jawa (dijodohin), sang pria menangis di kosannya dan mengganti kaos favoritnya bertulis "God is an architect" dengan "God is a director". Buat yang belum nonton, gue bukannya berniat menyebalkan dengan ngasih tau endingnya yaaa hahaha.

Mulai agak berfikir, kenapa gue sampai ada di sini sekarang. Apakah gue ditakdirkan untuk memang hadir di kampus ini? Atau gue ditakdirkan bertemu dengan orang-orang hebat di sini? Atau jodoh gue ada di sini?
Entahlah.
Gue gak pernah sampe berfikir begitu sampe gue nonton ulang film The Last Samurai dan menerjemahkannya buat acara angkatan. Ada kata-kata dari si Algren (Tom Cruise) sebelum dia pergi bertempur terakhir kalinya, begini; "This will be the last entry in this journal. I've tried to give a true accounting of what I have seen, what I have done. I do not presume to understand the course of my life. I know I am grateful to have partaken of all this...even if for a moment."

Kayaknya klise banget ya kalo bilang semua itu udah ada akhirnya. Kayak ajaran Romawi yang stoicism, tapi dikritik jika memang hidup manusia harus pasrah, akan banyak sekali manusia yang pasif dan tak mau berusaha. Tapi yang gue suka dari monolog si Algren adalah, ngapain si kita capek-capek mikir buat apa semua ini, semua kesalahan yang lalu, syukuri aja apa yang ada di sini, semua itu adalah pengalaman. Mungkin ini menyalahi aturan berfilsafat bahwa semua itu harus dipertanyakan dan dipikirkan. Namun gue mengikuti aturan hidup Berkeley saja, bahwa aliran yang ia anut (empirisisme) itu subjektif (dia masih mengakui Tuhan). Meskipun gue suka berpikir, ada hal-hal yang memang gue gak mau pikirkan terlalu jauh. 

It's not my business.
"All life is an experiment. The more experiments you make the better." [Ralph Waldo Emerson]

You Might Also Like

0 comments

Let's give me a feedback!