A Big Hug

Friday, August 12, 2011

Saya kangen kampus. Beberapa waktu lalu saya sempetin ke kampus dan langsung sms sahabat-sahabat saya untuk bertemu di lantai 3 Gedung H. Ternyata semua teman saya itu sedang di kampus. Senangnya. Tapi salah satu dari kami sibuk dengan urusan Ospek, jadi cuma 4 orang yang bisa berkumpul termasuk saya. Yang kita lakukan? Mengobrol, tertawa membahana, ngeliat fesbuk sama-sama, makan sama-sama, mainan payung, ngatain teman, dan saat handphone saya berbunyi, saya harus pergi. Saya memang cuma menghabiskan waktu untuk menunggu koordinator saya sampai di kampus saya buat menunggu meeting dengan koordinator saya itu. Rasanya tidak ingin beranjak. Saya masih kangen. Saya memeluk mereka. Tidak semua, yang perempuan saja, namanya Ruth. Saya memeluk dia, erat, sebelum pergi lagi, dan entah kapan bisa bertemu lagi.

Kemudian, saya bertemu sahabat-sahabat SMA saya. Ah, mereka masih tetap begitu. Tambah centil, tambah lucu, tambah pecicilan, tapi tetap begitu. Tetap, saya yang paling diam kalau mereka sudah bicara soal dunia mereka. Tetap saya yang paling ga bisa cerita seheboh mereka soal cowok, saya yang paling ga bisa cerita semenarik mereka soal dunia saya. But I love being listener. Cerita mereka menarik untuk didengar dan ditertawakan. Saat kepala saya mulai terasa sakit, saya memutuskan pulang. Saya memeluk mereka semua, satu per satu. Saya memeluk mereka, erat, karena mungkin ini satu-satunya kesempatan bertemu lengkap dalam tahun ini.

Di fakultas saya, memberi semangat sangat diajarkan. Ada semacam tepuk tangan yang diberi nama "prokprokwush" untuk memberi semangat pada teman yang lain. Ada dorongan psikologis yang diberikan dari sekedar prokprokwush ini. Dan terlebih, memberikan pelukan. Di teater saya, mungkin terdengar lebih ekstrim. Kita terbiasa saling memberikan pelukan. Namun itu wajar, kami tertawa bersama, latihan, menangis, evaluasi, kerja keras, marah, menari bersama. Semuanya. Uniknya tidak ada yang saling memiliki hubungan cinta di antara kami. Itu yang membuat kami santai saja memberi semangat lewat pelukan.

Ada penelitian yang bilang, manusia butuh dipeluk orang lainnya 8 kali sehari, untuk menjadikannya orang yang kuat dan memberikan kenyamanan.
Di organisasi saya sekarang, belum ada skema seperti ini. Saling memberi dukungan dan semangat. Saya berusaha memberikannya lewat pesan singkat, sms, atau email. Namun rasanya masih kurang, karena tidak sering pula saya mendapat balasan suntikan semangat. Selama ini semangat saya selalu berasal dari kemauan saya sendiri untuk tetap berada di oganisasi ini. Mungkin, apa yang kurang adalah: semangat itu bukan semangat yang diberikan secara langsung, karena manusia adalah makhluk sosial yang butuh kontak langsung.

Dalam perjalanan saya, sendirian, saya banyak berfikir soal ini. Saya suka sekali pergi sendirian. Dari SMA, saya suka sekali pergi ke Kota Tua sendirian. Pergi ke mall, atau nonton bioskop, sendirian. Saya sengaja tidak mengajak siapa-siapa. Saya hanya suka sendirian. Memikirkan banyak hal. Akhirnya dalam perjalanan saya yang paling baru, saya tahu kenapa saya suka pergi sendirian.

Saya orang yang hidup dalam tekanan. Orangtua saya terlalu sering membandingkan saya dengan kakak saya. Tidak secara langsung, namun saya terlalu peka. Kakak saya yang ini itu, beasiswa, setiap pulang sekolah langsung pulang ke rumah, dan nggak macem-macem. Jadi, inilah pemberontakan saya. Saya punya dunia sendiri, punya dunia yang berbeda dengan kakak saya. Dengan pergi sendiri, tidak ada orang di sebelah saya yang akan berkata ini itu, berpendapat macam-macam. Dan kini, kakak saya yang ingin punya dunia seperti saya. Ia bahkan merengut dalam sms terakhirnya kepada saya mengapa kalau saya pergi-pergi nggak pernah ngajak dia. Apa yang membuat saya terdorong untuk menjadi berbeda dengan kakak saya adalah semangat dari dosen Pemahaman Diri saya. Ia bilang, menjadi diri kamu adalah pilihan. Menikah, adalah pilihan. Kamu bukan hidup untuk tuntutan masyarakat dengan menikah cepat lalu punya anak. Jalani dengan caramu, maka itulah yang bisa kamu sebut dengan "hidup kamu".

Dalam perjalanan itu juga, saya mendapat banyak telfon. Koordinator saya, teman SMA, teman kuliah, dan teman lain. Saya senang. Ah ya, seberapa sering pun saya berpergian sendiri, saya baru sadar saya tetap makhluk sosial. Saya, yang suka jadi pendengar tetap butuh teman untuk saya dengarkan. Saya senang ada yang kangen sama saya di ujung telfon sana.

Mungkin sebuah pelukan bukan hanya berarti sekedar salam berpisah. Buat saya yang biasa pergi sendiri, berfikir sendiri, mendengar orang lain, membaca buku, dan hanya ribut kalau diajak berdebat, pelukan bisa berarti banyak. Sebuah pelukan memberi saya semangat, memberi saya arti siapa yang sedang memeluk dan dipeluk oleh saya. Sepanjang sejarah hidup, saya belum pernah memeluk pacar. Tapi ada satu teman yang namanya Billy, teman sekampus yang pernah memeluk erat saya dan berkata, "mulai sekarang kamu jadi role modelku, aku belum pernah ketemu orang yang bisa bagi waktu sehebat kamu." Dan ini, yang saya sebut dengan suntikan semangat yang luar biasa untuk terus mengembangkan diri saya.

Pelukan adalah cara memberi semangat terbaik. Menurut senior saya, pelukan erat memberi banyak arti. Apalagi jika datang dari seorang sahabat.

Dari perjalanan saya, saya belum pernah jenuh dengan hanya ditemani sebuah buku atau pemandangan sepanjang perjalanan. Namun dalam perjalanan terakhir saya, pulang pergi dengan sebuah bis berbangku 2 dan sebelah saya selalu kosong, saya jadi berfikir lagi. Mungkin akan tiba saatnya saya berhenti bertualang sendiri, dan berharap ada orang yang mengisi tempat duduk itu. Tidak muluk, mungkin hanya teman seperjalanan yang akan selalu bisa memberikan pelukan kepada saya setiap saya lelah dalam perjalanan. Mungkin nanti, mungkin saat saya sudah ingin berhenti pergi sendiri.

"Untuk jadi hebat, lo ga perlu dukungan dari semua orang di dunia ini. Lo cuma butuh satu orang hebat lain yang bisa berada di belakang lo saat dia tahu lo bisa melakukannya, yang bisa berada di samping lo ketika dia tahu lo butuh dukungan, dan yang bisa berada di depan lo ketika dia tahu, lo butuh dia." [me, after all this time]

You Might Also Like

0 comments

Let's give me a feedback!