Negeri Feodalisme

Tuesday, June 12, 2012

Para atasan ketika bepergian ada di president suite, sementara para bawahannya ada di economy room dalam sebuah pertemuan perusahaan.
Ada rakyat yang mengantre membeli tiket KRL ketika si mampu melenggang dengan kartu tiket digitalnya.
Ada para kakek, ibu, dan buruh berkeringat dalam panasnya kereta ekonomi yang berhenti melaju, menunggu kereta eksekutif mendahului mereka.
Ada para tua yang menjajakan jasa kamera polaroid instan di tempat wisata sementara si-sok-tahu-fotografi memotret dengan DSLRnya.
Ada para kalangan yang tak mampu kembali ke desa berdiri di kopaja, dan melintas anak kecil dengan mobil serta supir pribadi.
Ada para petani yang hidupnya amat terpengaruh kebijakan ekspor-impor bahan makanan sementara si menteri-yang-katanya-bijak tidak pernah menemui mereka.
Mahasiswa tidak boleh telat lebih dari 15 menit, sementara aturan tersebut tidak berlaku untuk dosen.
Ada plat merah seenaknya menyalip tanpa pernah tahu aturan hanya karena warna plat mereka, membeli bbm bersubsidi tapi melangkah dengan angkuh, padahal tiap peser mobil itu dibeli dari uang warga di sekitarnya.

Kelas ekonomi, bisnis, eksekutif. Kelas premium, emas, atau platinum. Kelas 3, 2, 1.
Berbagai moda yang diciptakan dengan segala macam perbedaan, fasilitas dan harga sampai 10x lipat.
Si atas mampu 'membeli' si bawah, dan pihak pengawas eksekutif tidak hadir untuk membenahi keadaan, justru bergabung dengan kelas atas sesuai dengan nama posisi trias politica mereka.

Sementara para pemangku jabatan lain seolah tidur dan bermimpi dengan melakukan kunjungan-kunjungan bodoh tanpa hasil, kecuali oleh-oleh perhiasan dan barang bermerk. Negeri ini tidak akan berubah tanpa perubahan para 'si atas' yang mampu dan mau berbagi dengan 'si bawah'. Bukan, bukan berbagi sedekah di hari ulang tahun lalu dipamerkan di acara gosip tidak bermutu. Bukan pula memposting foto-foto sok heroik sudah ikut acara memulung di blog atau jejaring sosial pribadi. Bukan pula berbagi sedikit uang dengan pengamen yang masih kecil.

Berbagi tempat, berbagi porsi. Jika memang berkualitas, tanpa memberitahu sedekah ke acara gosip tentu akan bertahan. Tanpa perlu cerita senang dapat ikut memulung (yang padahal cuma sekali) tentu diapresiasi oleh masyarakat. Tanpa perlu memberi uang pada pengamen karena mereka akan baelajar bahwa pendidikan tak ada gunanya.

Sudah saatnya yang ada di atas berhenti berpikir menggunakan jalan pintas. Negeri ini tidak akan berubah lebih baik jika mereka tidak mau berbagi.
Berbagi tempat, berbagi porsi.
Itu saja.

Jadi selamat datang ke Negeri Feodalisme. Kita tidak bisa menyalahkan penjajah atas budaya yang mereka tinggalkan. Kita seharusnya menyalahkan sendiri mengapa tetap memelihara budaya tersebut.

Semarang, 5 Juni 2012
Dalam sebuah kereta ekonomi yang sudah diam satu jam untuk didahului 3 kereta eksekutif.

You Might Also Like

0 comments

Let's give me a feedback!