Sendirian: Apa sih asyiknya jadi Fotografer?

Saturday, May 18, 2013

Mungkin judul post kali ini agak provokatif, tapi setidaknya itulah insight yang saya dapat ketika saya menonton sebuah pagelaran luar biasa.

Suatu siang, chat facebook saya berbunyi. Teman lama saya, anak Fakultas Ilmu Budaya. Setiap saya ingat dia, memori saya akan sebuah pagelaran kolosal tari Bali tradisional-modern pasti terputar lagi. Musiknya, tariannya, penarinya, koreografinya, peluh latihannya, desain baju, usaha menjahit, serta mengusahakan berbagai dana. Dia Faizal Akbar.

Dia bilang, dateng dong ke acara gue. Saya tidak punya banyak ekspektasi saat itu, lalu saya bilang, nanti gue kabarin chal.
Maka suatu sore, impulsively (seperti biasa), saya menghubungi semua teman saya yang sedang punya pertunjukkan. Teater Psikologi tempat dulu saya bernaung, dan juga si Faizal ini. Saya bilang, saya pasti akan datang.

Sore kemarin, saya datang ke Gedung IX FIB UI. Ramai. Dan saya sendirian. Melihat orang lalu lalang, sembari mendengar lagu Maroon 5 favorit saya kalau sedang sendirian. Sendirian, hampir 30 menit. Melihat berbagai rupa manusia dan akhirnya pintu terbuka. Saya ambil ruang yang kosong di sebelah kanan, di depan para pemusik. Ternyata di sekitar saya banyak sekali fotografer (istilah saya untuk orang yang demen megang2 DSLR). Sebuah musik dimulai, dan saya langsung jatuh cinta: dengarkan
Opening
Pemusiknya keren banget! Parah. Jatuh cinta.
Kemudian masuklah serangkaian penari Jawa. Saya terbius.

First dance
 Tari Kedua, adalah tari modern nge-beat, dan saya suka kostumnya. Kostum penjajah Jepang. Tari ketiga tari Merak. Keren sih, biasanya saya lihat tari Merak tuh 1-2 penari tapi ini banyak! Banyak!! Banyak!!! Saya terbius lagi. Tapi di momen ini, saya mulai terganggu dengan lalu lalang fotografer. Pertanyaan saya: do they really enjoy the performance?

Tari Merak
 Kemudian ini yang saya tunggu-tunggu. Tari Leak Larung. Leak. Sesosok yang saya kenal dari lama. Lama sekali. Karena saya pernah membuat kostum Leak, dan saya masih ingat betul lekuk muka topeng Leak yang saya buat.
Oh-my-God
 Ketika penari bersarung kotak hitam-putih masuk dan mengalunkan "cak-cak-cak", saya sudah terbius untuk ke sekian kalinya. Memori saya mengenai tari Bali di SMA mulai teraktivasi. Dan hebatnya, saya menonton ini sendirian. Saat tidak ada distraksi lain.

Adegan Favorit saya

 Sang Leak masuk. Saya membatin, pasti Ichal ada di dalam kostum itu. Siapa lagi? Saya hafal kakinya saat melakukan agem tari Bali. Hafal tangannya. Gerak badannya. Itu Ichal. Great. You looks great in that costume, bud. You, in your pride.

Tari Kalimantan
Kemudian saya masih terbius dengan tari-tari selanjutnya, termasuk tari Kalimantan-yang-saya-lupa-namanya. Saya hafal persis nadanya, karena saya pernah menonton langsung di Kaltim. Saya makin terganggu dengan para fotografer yang bolak-balik mondar-mandir depan saya. Memutar-mutar lensa, menunduk, berdiri, berjongkok. Mondar-mandir, dan sebagainya. Saya terganggu. Fix, saya terganggu.

Tim Pemusik
 Tapi anyway, saya duduk di depan para pemusik dan saya memperhatikan dinamika permainan musik mereka. Keren. Sederhana, tim kecil, dinamis. Tapi, lagi-lagi, saya terganggu oleh para fotografer.
Saya bingung. Para fotografer ini, kenapa tidak bisa menikmati pertunjukkannya barang 30 menit saja dengan duduk diam? Apa yang mereka kejar? Pengalaman? Atau angle terbaik? Pertunjukkan? Atau update foto di media sosial?

Saya bingung.
Mungkin itulah. Seperti dosen saya bilang, ada dua tipe orang. Performance Goal Oriented (PGO) dan Learning Goal Oriented (LGO). PGO, mengejar hasil pekerjaan. LGO, mengejar pembelajaran yang bisa didapat dari sebuah pekerjaan. Menurut analogi saya, penikmat sejati itu LGO. Sementara fotografer adalah PGO.
Tapi, dari hasil metaanalisis dan serangkaian teori; terbukti bahwa orang LGO-lah yang lebih banyak belajar dari sebuah pengalaman.

You Might Also Like

2 comments

  1. menjawab dari judul: memahami perspektif lain dari sebuah fenomena, gue seneng kalo dapet angle motret yang beda dari biasa. fotografi juga terkait dengan emotional event buat fotografer dan bisa jadi media proyektif dari si fotografer. terkait dengan media proyektif, foto juga bisa jadi bentuk terapi. terkait lagi dengan so-called LGO dan PGO. memang, foto tidak akan menilai proses tapi bisa dilihat pola yang dapat ditemukan dari foto yang dia ambil

    ReplyDelete
  2. hahaha, seenggaknya jgn mondar-mandirlah, di waisak borobudhur temen gue jg pernah mencak2 karena banyak fotografer yang ngeganggu khidmatnya waisak

    ReplyDelete

Let's give me a feedback!