Sisi Lain Bogor

Saturday, July 20, 2013

Rasanya sudah lama tidak ada tulisan jalan-jalan lagi di blog saya. I got no time for traveling. Tapi semoga sebelum lebaran bisa jalan-jalan lagi.

Gunung Salak yang Menemani Perjalanan
Tiga minggu lalu saya pergi ke Bogor.
Biasanya, saya pergi ke Bogor untuk naik gunung sama partner lama saya (kangen juga sama dia dan isi kepalanya yang keras luar biasa. Are you okay there in Alor? Katanya nggak ada sinyal dan lampu kalau malam ya? Tapi pasti seperti banyak di majalah, pantainya keren abis kan :)).

Back to topic, kali ini kami ke Bogor tiba-tiba. Tanpa tujuan. Saya diajak si Gadis Sore untuk tujuan sederhana: mencari surabi duren. Usut punya usut selama quality time kami di jalan, ternyata surabi duren ini punya sejarah antara dia dan mantannya. Hahaha.


Kedai Telapak
Kami memulai perjalanan dengan bertemu di Depok. Kemudian karena memang mau sok-sok romantis, dia mengajak saya keliling Bogor naik motor melewati Jalan Raya Bogor. Kami mampir ke Kedai Telapak, kafe milik sebuah LSM yang bekerja bersama masyarakat lokal. Mereka concern ke pertanian dan perkebunan yang dikelola masyarakat lokal. Kami memesan -minuman yang lupa namanya- pokoknya disajikan dalam botol akuarium ikan cupang (begitu kami menyebutnya) tapi enak banget. Sebagai seseorang yang suka bikin makanan, saya menebak-nebak isinya, buah leci, jelly, minuman soda, sedikit sirup leci, jeruk nipis. Tapi sepertinya akan lebih enak kalau ditambah daun mint. Hehehe. Someday saya harus coba buat.

Kami melaju ke Pura Jagatkartta.
Sedang ada ibadah
Ini yang bodoh. Kami melaju terus sampai kehabisan bensin, dan sepanjang jalan kami hanya melihat plang bertuliskan Cijeruk, Cijeruk, Cijeruk.
Kami melewati beberapa plang:
Situs Awas Manunggal 600 M
Goa Langkap 2 KM
Batu Kursi dan Aseupan 1 KM
Situs Punden Berundak 3 KM
Semua plangnya dibuat oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan.

Sampai di Pura, ternyata sedang ada ibadah. Huffft. Kami berdua sama-sama sudah pernah masuk sih ke sana, tapi ingin lagi duduk memandang pura dengan latar belakang Gunung Salak.

Kangen sama Pemandangan ini
Kecewa, kami akhirnya melaju ke Situs Punden Berundak karena menyesali 4 plang yang sudah kami lewati begitu saja. Saya menghitung. 3 km, kalau jalan kaki itu satu jam. Harusnya dengan motor sekitar 15 menit.

Tapi ini nggak nyampe-nyampe.
Makin lama makin menyempit, makin sepi, makin kosong. Kami sudah jauh dari peradaban. Kami melewati kumpulan penduduk yang memandang kami kosong.
Tiba-tiba, jalan batu. Kami memutuskan berhenti dan seorang bapak terlihat turun dari atas.
"Mau kemana?" tanyanya.
"Mau ke situs pak, benar ada situs di atas?"
"Iya benar. Situs penjarahan. Kok kalian nggak sama juru kunci?"

Jeder.
Setelah mengobrol sepertinya situs tersebut keramat.
Kami urungkan niat daripada dikutuk berdua jika nekat ke sana, apalagi sangat sepi. Motor harus ditinggal dan berjalan kaki untuk melewati jalan batu. Sudah menjadi bagian dari lereng Gunung Salak situs tersebut, kata si bapak.

Lelah, kami kembali ke kota. Mencari surabi duren dan menutup perjalanan di kedai pinggir jalan surabi duren yang memang ternyata enak itu. Jujur saya nggak suka duren, tapi recommended kalau ke Bogor.

Surabi Duren
Anyway Bogor adalah kota angkot. Di perjalanan, kami melihat sebuah angkot mogok dan supirnya malah meninggalkannya di tengah jalan. Seseorang berkaos putih turun dari motor, mengambil alih kendali si angkot, dan dengan didorong penduduk meminggirkan si angkot. Tiba-tiba supir asli datang dan membawa plastik berisi...bensin! Astaga!!! Kehabisan bensin, ditinggal tengah jalan utama, dibiarkan saja, beli bensin, kembali ke angkot, lalu diisi kembali. Begitu sederhananya pikiran si sopir angkot.

Sebelum ke surabi duren kami sempat mendarat di kedai Makaroni Panggang. Memesan lasagna kerang dan susu putih murni, one of my favorite drink. Sedikit insightnya, suatu saat saya harus bisa masak lasagna buat suami saya.

Ambisi selanjutnya: Belajar Masak Lasagna
Sambil menunggu teman, kami saat itu masih penasaran dengan Situs Punden Berundak.
Iseng, kami pun buka google.
Ada satu artikel panjang di Kompasiana.
Seorang pejalan yang mencoba ke sana ternyata mendapat pengalaman yang sama sulitnya dengan kami. Bedanya, ia memang jalan kaki dan sendirian.
Awalnya kami penasaran karena awal skimming artikel yang ia tulis, tidak ada foto sama sekali.
Tapi kemudian dalam ceritanya kami membaca bahwa ia pun harus bersama seseorang lokal untuk ke sana. Dan sampai di atas, ia mengurungkan niat untuk mengambil foto karena melihat sebuah keranda ditutupi kain putih di atas batu-batu yang berundak-undak itu.

Kami hanya bisa merinding.

You Might Also Like

1 comments

  1. si nona ga bilang2 kalo mau ke Bogor, beta bisa ajak nona dan teman untuk berkeliling. tapi sepertinya nona lebih ke arah wisata tradisional dan spiritual, bukan kuliner

    ReplyDelete

Let's give me a feedback!