Hegemoni

Sunday, August 25, 2013

Bogor. Lagi-lagi Bogor. Untuk ke sekian kalinya.

Pohon yang memberi saya inspirasi untuk challenge di kantor :)

Tapi perjalanan kali ini sedikit berbeda. Bukan perjalanan senang-senang mencari makna seperti biasanya. Ya, tetap mencari makna. Namun hanya sedikit berbeda dari biasanya. Teman perjalanan yang benar-benar berbeda dari biasanya. Orang yang hanya saya kenal selewatan saja. Pergi ke organisasi yang sama sekali tak pernah saya kenal sebelumnya. Melewati jalan yang sama hampir setiap saya ke Bogor, namun di waktu yang sama sekali berbeda.

Siang itu saya naik ke Gunung Salak bersama lima pria yang semuanya baru saya kenal. Melewati kebun nanas, dan saat itu saya sadar, sudah lama sekali saya tidak naik gunung. Sudah terlalu lama. Kaki menjadi cepat lelah, dan saya mengutuki diri sendiri. Tapi toh semuanya lancar, hanya sedikit luka tangan dan kaki yang saya bawa pulang. Setelah pembajakan saya ke tempat pengambilan data fenologi teman saya, akhirnya kami kembali.


Malam itu menjadi sedikit aneh bagi saya.
Karena saya tersadar, salah satu mimpi saya ternyata tidak seperti yang saya bayangkan selama ini.
Ini adalah sebuah hegemoni yang jauh lebih besar, intimidatif, dan mungkin tidak akan pernah bisa membuat saya mendapat apa yang saya ekspektasikan.
Malam itu saya ditampar.
Ini hanya pengulangan sejarah.



Sampai pagi, saya dan teman saya masih meributkan seribu pertanyaan.
"Sciences start with a little question and end with a bigger question."
Setidaknya itu yang menyudahi pembicaraan dua orang saling keras kepala dengan pandangan antropo dan non antroposentris.

Paginya kami mengecek kondisi rusa di kampus saya. Beruntung, karena berkat kehadirannya saya jadi tahu apa milestone-milestone untuk tim saya nantinya. Beruntung pula, karena berkat kehadirannya saya jadi belajar banyak hal, termasuk menyadarkan saya, betapapun salah seorang teman dari FTUI pernah begitu mengakui kemampuan empati saya sebagai anak psikologi, saya masih belum bisa empati dengan makhluk lain just the way they are. Beruntung, saya jadi menyadari betapa banyak saya tidak tahu, dan itu sesederhana karena kehadirannya.

Saya jadi ingat betapa dulu saya kagum pada pikiran Socrates.
"The only wisdom is in knowing you know nothing."

You Might Also Like

0 comments

Let's give me a feedback!